Bumi menyambut hangat datangnya beribu butiran air di sore hari nan sepi. Dua orang pemuda asik bercengkrama, menimang-nimang harapan akan realitas hidup mereka di kemudian hari. Salah seorang dari mereka mengeluhkan gairah hidupnya yang diliputi berbagai tantangan, “hidup itu berat ya, banyak yang harus diperjuangkan dan dikorbankan” ungkapnya dengan wajah memelas. Mendengar keluhan tersebut, seseorang yang lain memandang dengan wajah iba dan menimpali, “ya…hidup itu berat karena dipikul padahal hidup bukan untuk dipikul, melainkan untuk dijalani. Bukankah jika hidup dijalani akan terasa lebih ringan karena Tuhan selalu menemani”? Seketika, keheningan melanda suasana sore itu, entah meresapi petuah tak bertuan itu atau malah dirasuki seribu satu alasan untuk mencari pembenaran diri.
Ilustrasi di atas hendak menegaskan kepada manusia untuk mengandalkan Allah dalam setiap langkah hidupnya. Sering kali, manusia merasa mampu melakukan segala sesuatu sehingga mengabaikan Allah yang begitu dekat dengan dirinya bahkan ada di dalam dirinya. Pada akhirnya, tindakan mengabaikan Allah mengantar manusia pada keputus-asaan atas realitas hidup yang dihadapinya sehingga manusia mudah mengeluh bahkan mengkritisi eksistensi dan cinta Allah yang pernah, sudah, dan sedang dialaminya.
Mengandalkan Allah atau berjalan bersama Allah dalam setiap dinamika hidup manusia menuntut komitmen untuk hidup di dalam, bersama, dan seperti Yesus Kristus sendiri sebagai Putra Allah. Sebagai orang-orang yang dipilih Allah (Yohanes 15:16), kita sudah selayaknya menghidupi nilai-nilai yang sudah ditanamkan oleh Yesus Kristus sendiri selama hidup-Nya di dunia. Menghidupi nilai-nilai Injil dapat dihayati melalui semangat memaknai masa Pra-Paskah yang kita (umat Katolik) rayakan pada bulan ini yang dibuka dengan perayaan Hari rabu Abu. Beberapa hal yang bisa kita hidupi dan hayati di masa Pra-Paskah adalah dengan;
Pertobatan
Masa Pra-Paskah merupakan masa pertobatan yaitu masa pembaruan diri untuk hidup bersama dan di dalam Allah. Dalam hidupnya, Manusia selalu memiliki kecenderungan untuk berbuat dosa (konkupisensi). Oleh karena itu, membaharui diri merupakan panggilan bagi setiap orang untuk kembali kepada Allah agar mampu berjumpa dengan Allah sendiri dan sesama dalam semangat cinta kasih.
Pertobatan ini merupakan kesempatan bagi setiap orang untuk meninggalkan keterlekatan duniawi dan kebiasaan melakukan dosa untuk kembali kepada Tuhan (Yoel 2:12-18). Pertobatan dalam perayaan Rabu Abu ditandai dengan penerimaan abu sebagai ungkapan pertobatan. Abu mengingatkan semua orang Katolik akan kerapuhannya sebagai manusia yang membutuhkan Allah dalam setiap perjalannya; “Ingatlah manusia; bahwa engkau terbuat dari debu dan akan kembali menjadi debu” (Kejadian 3:19). Pertobatan ini harus berasal dari pertobatan hati atau batin (KGK 1430) bukan sebagai sebuah pertunjukan untuk mendapatkan pujian atau sanjungan dari orang lain, melainkan usaha membangun perjumpaan dengan Allah sendiri sebagai asal dan tujuan hidup semua manusia.
Hati yang Terbuka
Usaha pertobatan harus dijalankan dari hati yang terbuka akan kehendak Allah sendiri. Pertama-tama segala usaha pertobatan di masa prapaskah tidak dilakukan dengan keterpaksaan untuk dipuji, dilihat, dan diangungkan oleh orang lain (Matius 6:1), melainkan didasari oleh hati yang terbuka dan tulus untuk berserah pada kehendak Allah sendiri.
Tindakan Pertobatan
Pertobatan tidak berhenti pada ranah konsep atau wacana ideal, tetapi harus mendarat pada tindakan nyata. Usaha pertobatan ini dapat dilakukan dengan bentuk ulah tapa, yaitu berpuasa atau berpantang, berdoa, dan bersedekah. Ketiga hal ini membantu kita untuk semakin menguasai diri sendiri agar tidak mudah jatuh pada tawaran hasrat dunia (dosa) serta memanggil kita untuk mendekatkan diri kepada Allah bahkan menyadari Allah yang selalu berjalan bersama kita.
Tanggung Jawab pada Karya
Berjalan bersama Allah harus juga diwujudkan dalam perjalan kita dengan manusia yang lain, ciptaan Allah lainnya, dan komitmen untuk setia dan bertanggung jawab atas tugas/karya yang kita jalani dan yang dipercayakan kepada kita. Kesetian dan tanggung jawab atas tugas yang kita jalani adalah bentuk dari usaha pembaruan diri kita untuk menapaki jalan kekudusan menuju Allah. Kesetian dan tanggung jawab ini pula adalah bagian terpenting dari dinamika manusia untuk ikut serta ambil bagian dalam karya Allah membangun dunia yang baik (bonum), benar (verum), dan indah (pulhrum).
Pada akhirnya, berjalan bersama Allah adalah bagian terpenting dalam dinamika hidup manusia. Berjalan bersama Allah harus dilandasi oleh iman, pengharapn, dan kasih (1 Korintus 13:1-13). Ke-tiga keutamaan kristiani ini menjadi sumber bagi manusia untuk berjumpa dengan Allah, diri sendiri, sesama, serta ciptaan Allah lainnya sebagai dorongan bagi setiap pribadi untuk bertumbuh dan berkembang menjadi agen cinta Allah dalam kehidupan dunia. Berjalan bersama Tuhan dalam dinamika hidup adalah kesempatan bagi kita untuk sampai pada pengalaman sukacita. Manusia yang bersukacita adalah manusia yang mampu bersyukur atas segala realitas hidupnya dan mau secara terus menerus menjalankan pertobatan dan membaharui diri secara terus-menerus(Lumen Gentium Art. 8). Berjalan bersama Tuhan memberi kita harapan akan kasih yang begitu besar dari Allah kepada kita sehingga daya juang dan daya pacu kita terus dioptimalkan dan gairah untuk bangkit dan maju terus menyala karena setiap manusia tidak berjalan sendiri, melainkan dituntun oleh kuasa Allah sendiri.
Semoga dengan kesadaran bahwa Allah selalu bersama kita, memberikan semangat untuk menjalani dinamika hidup tanpa keluhan dan keputus-asaan karena pada hakikatnya hidup itu mudah jika kita terus melibatkan Allah dalam dinamika tersebut. Semoga masa Prapaskah yang kita rayakan ini memampukan kita untuk terus bertumbuh dan berkembang dalam iman, harapan, dan kasih untuk menyambut hari pembebasan atau penyelamatan dari Allah sendiri (2Korintus 6: 2).
In Cruce Salus
Frater Konstantinus Faried OSC
———-
Singkatan:
KGK: Katekismus Gereja Katolik
LG: Lumen Gentium (Dokumen Gereja Konsili Vatikan II)